Dephub Ambil Alih Fungsi Regulator dari Angkasa Pura
Pemerintah segera mencabut fungsi regulator pengelola bandar udara ( PT Angkasa Pura/AP), termasuk pengambilalihan Air Traffgic Control (ATC) dan pengamanan bandara.
Pihak PT Angkasa Pura, nantinya hanya bertugas sebagai pengelola bisnis dan yang terkait dengan regulasi diambil langsung pemerintah.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, Herry Bakti S Gumay, di Jakarta, Senin (7/12), mengungkapkan pemisahan fungsi regulator dan operator itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1/2008 tentang Penerbangan.
Pemisahan itu sendiri harusnya sudah dilakukan Januari 2010, mengingat masa sosialisasi UU tersebut diberikan waktu selama satu tahun.
Sosialisasi selama satu tahun, harusnya memang sudah berlaku Januari 2010, termasuk sejumlah pekerjaan, seperti pengamanan penuh bandar udara yang akan diserahkan langsung kepada Administrator Bandara, kata Herry.
Dirinya yakin, semua amanaty UU Penerbangan yanng baru itu akan terealisasi pada 2010 mendatang. Saat ini, tim perumus Rancangan peraturan Pemerintah (RPP) terkait dengan pemisahan itu, telah rampung dan segera diajukan.
Selain itu, harus mendapatkan persetujuan dari Menpan, karena ada perubahan organisasi. Kami juga meminta persetujuan dari Menpan, karena terkait dengan perombakan ini ada perubahan susunan organisasi, katanya.
Herry menyebutkan, dengan dipisahkannya gungsi regulator dan operator dari BUMN pengelola bandar udara, nantinya PT Angkasaa Pura dapat berkonsentrasi mengurusi bisnis.
Terkait dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP, dikendalilakan langsung pemerintah, diantaranya pengaturan lalulintas udara (ATC), penerbitan kartu PAS bandara, pengamanan semua areal bandara, termasuk pengawasan di gudang-gudang kargo yang ada di kawasan bandara.
Kalau sekarangh ini kan masih ada sebagian yanng dipegang Angkasaa Puira, seperti ATC dan penerbitan PAS Bandara, katanya.
Kepala Adminsitrator Bandara (Adban), Bandara Udara Soekarno-Hatta, Silooy, menyebutkan pemisahan fungsi regulator dan operator itu sudah waktunya dilakukan. Karena selama ini fungsi Adban hanya sebagai tukang catat yang selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan.
Padahal dalam UU, Adban berfungsi sebagai otority, perwakilan pemerintah yang berwenang penuh terhadap pengamanan dan penerbitan semua kartu PAS, sebagai alat kontrol.
Disebutkan, kartu PAS masuk bandara, yanng selama ini dikelola PT Angkasa Pura, bukan merupakan bagian dari pendapatan perusahaan tapi PNBP, yang harus disetorkan kepada negara. Karena itu, semua yang terkait dengan pengamanan (regulator) harus dipisah, sehingga semuanya menjadi jelas sesuai fungsi dan wewenangnya.
Buku panduan
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dephub, segera menerbitkan buku panduan operasional penerbangan di wilayah Papua dan kawan Timur Indonesaia, menyusul banyaknya kecelakaan pesawat udara di kawasan itu.
Buku itu akan menjadi petunjuk, bagi parea penerbangan, termasuk persiapan yang harus dipenuhi sebelum melakukan penerbangan.
Buku panduan itu, kata Dirjen Perhubungan Udara Dephub, Herry Bakti S Gumay, kini sedang dalam proses. Paling lambat Februari 2010 sudah bisa diedarkan kepada penerbang. Ini adalah buku panduan, terutama penerbang yang memang belum pernah membawa pesawat di kawasan itu, kata Herry
Ditjen Perhubungan Udara sendiri telah membentuk tim khusus. Proses evaluasi dan inventarisasi dilakukan sebagai respons terhadap banyaknya kasus hilangnya pesawat di wilayah itu.
Target dari evaluasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas keamanan jalur penerbangan di Papua yang terbilang rawan dan sulit tersebut dengan membuat sebuah standar baku rute penerbangan.
Pada akhirnya, standar baku ini akan menjadi acuan bagi para maskapai baik yang telah maupun berencana beroperasi di wilayah Papua.
Dalam proses pembuatan standar baku ini, Ditjen Perhubungan Udara tidak bekerja sendiri. Tim evaluasi yang dibentuk melibatkan banyak pihak dari berbagai unsur, mulai dari perwakilan maskapai operator penerbangan, pilot-pilot serta unsur lain termasuk para pakar dunia penerbangan.
Seiring dengan pembuatan standar baku rute, pemerintah juga mengupayakan peningkatan infrastruktur dan memperkuat sistem navigasi baik yang di darat maupun untuk di pesawat, termasuk mengoptimalisasikan sistem prakiraan cuaca dan pemantau terrain (permukaan/kontur tanah).
Selain rute, pemerintah saat ini juga tengah mengevaluasi dan mengidentifikasi bandara-bandara kecil yang ada di Papua. Sedikitnya ada 90 bandara akan dikaji pengoperasianya oleh Ditjen Perhubungan udara. Menurut rencana, seluruh bandara yang dievaluasi tersebut akan dilegalisasi sebagai bandara penerbangan komersial.
Herry Bakti mengatakan, di Papua saat ini terdapat 400-an bandara kecil yang beroperasi, dan umumnya digunakan oleh pesawat-pesawat yang melayani rute penerbangan perintis.
Proses legalisasi bandara kecil itu akan didasari pada skala prioritas, untuk kemudian seluruh fasilitas di bandara-bandara yang telah dilegalisasi tersebut akan dikembangkan dan disesuaikan pengoperasiannya dengan bandara komersial yang telah ada sebelumnya.
Pemerintah segera mencabut fungsi regulator pengelola bandar udara ( PT Angkasa Pura/AP), termasuk pengambilalihan Air Traffgic Control (ATC) dan pengamanan bandara.
Pihak PT Angkasa Pura, nantinya hanya bertugas sebagai pengelola bisnis dan yang terkait dengan regulasi diambil langsung pemerintah.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, Herry Bakti S Gumay, di Jakarta, Senin (7/12), mengungkapkan pemisahan fungsi regulator dan operator itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1/2008 tentang Penerbangan.
Pemisahan itu sendiri harusnya sudah dilakukan Januari 2010, mengingat masa sosialisasi UU tersebut diberikan waktu selama satu tahun.
Sosialisasi selama satu tahun, harusnya memang sudah berlaku Januari 2010, termasuk sejumlah pekerjaan, seperti pengamanan penuh bandar udara yang akan diserahkan langsung kepada Administrator Bandara, kata Herry.
Dirinya yakin, semua amanaty UU Penerbangan yanng baru itu akan terealisasi pada 2010 mendatang. Saat ini, tim perumus Rancangan peraturan Pemerintah (RPP) terkait dengan pemisahan itu, telah rampung dan segera diajukan.
Selain itu, harus mendapatkan persetujuan dari Menpan, karena ada perubahan organisasi. Kami juga meminta persetujuan dari Menpan, karena terkait dengan perombakan ini ada perubahan susunan organisasi, katanya.
Herry menyebutkan, dengan dipisahkannya gungsi regulator dan operator dari BUMN pengelola bandar udara, nantinya PT Angkasaa Pura dapat berkonsentrasi mengurusi bisnis.
Terkait dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP, dikendalilakan langsung pemerintah, diantaranya pengaturan lalulintas udara (ATC), penerbitan kartu PAS bandara, pengamanan semua areal bandara, termasuk pengawasan di gudang-gudang kargo yang ada di kawasan bandara.
Kalau sekarangh ini kan masih ada sebagian yanng dipegang Angkasaa Puira, seperti ATC dan penerbitan PAS Bandara, katanya.
Kepala Adminsitrator Bandara (Adban), Bandara Udara Soekarno-Hatta, Silooy, menyebutkan pemisahan fungsi regulator dan operator itu sudah waktunya dilakukan. Karena selama ini fungsi Adban hanya sebagai tukang catat yang selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan.
Padahal dalam UU, Adban berfungsi sebagai otority, perwakilan pemerintah yang berwenang penuh terhadap pengamanan dan penerbitan semua kartu PAS, sebagai alat kontrol.
Disebutkan, kartu PAS masuk bandara, yanng selama ini dikelola PT Angkasa Pura, bukan merupakan bagian dari pendapatan perusahaan tapi PNBP, yang harus disetorkan kepada negara. Karena itu, semua yang terkait dengan pengamanan (regulator) harus dipisah, sehingga semuanya menjadi jelas sesuai fungsi dan wewenangnya.
Buku panduan
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dephub, segera menerbitkan buku panduan operasional penerbangan di wilayah Papua dan kawan Timur Indonesaia, menyusul banyaknya kecelakaan pesawat udara di kawasan itu.
Buku itu akan menjadi petunjuk, bagi parea penerbangan, termasuk persiapan yang harus dipenuhi sebelum melakukan penerbangan.
Buku panduan itu, kata Dirjen Perhubungan Udara Dephub, Herry Bakti S Gumay, kini sedang dalam proses. Paling lambat Februari 2010 sudah bisa diedarkan kepada penerbang. Ini adalah buku panduan, terutama penerbang yang memang belum pernah membawa pesawat di kawasan itu, kata Herry
Ditjen Perhubungan Udara sendiri telah membentuk tim khusus. Proses evaluasi dan inventarisasi dilakukan sebagai respons terhadap banyaknya kasus hilangnya pesawat di wilayah itu.
Target dari evaluasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas keamanan jalur penerbangan di Papua yang terbilang rawan dan sulit tersebut dengan membuat sebuah standar baku rute penerbangan.
Pada akhirnya, standar baku ini akan menjadi acuan bagi para maskapai baik yang telah maupun berencana beroperasi di wilayah Papua.
Dalam proses pembuatan standar baku ini, Ditjen Perhubungan Udara tidak bekerja sendiri. Tim evaluasi yang dibentuk melibatkan banyak pihak dari berbagai unsur, mulai dari perwakilan maskapai operator penerbangan, pilot-pilot serta unsur lain termasuk para pakar dunia penerbangan.
Seiring dengan pembuatan standar baku rute, pemerintah juga mengupayakan peningkatan infrastruktur dan memperkuat sistem navigasi baik yang di darat maupun untuk di pesawat, termasuk mengoptimalisasikan sistem prakiraan cuaca dan pemantau terrain (permukaan/kontur tanah).
Selain rute, pemerintah saat ini juga tengah mengevaluasi dan mengidentifikasi bandara-bandara kecil yang ada di Papua. Sedikitnya ada 90 bandara akan dikaji pengoperasianya oleh Ditjen Perhubungan udara. Menurut rencana, seluruh bandara yang dievaluasi tersebut akan dilegalisasi sebagai bandara penerbangan komersial.
Herry Bakti mengatakan, di Papua saat ini terdapat 400-an bandara kecil yang beroperasi, dan umumnya digunakan oleh pesawat-pesawat yang melayani rute penerbangan perintis.
Proses legalisasi bandara kecil itu akan didasari pada skala prioritas, untuk kemudian seluruh fasilitas di bandara-bandara yang telah dilegalisasi tersebut akan dikembangkan dan disesuaikan pengoperasiannya dengan bandara komersial yang telah ada sebelumnya.
No comments:
Post a Comment